“87,5% Mahasiswa Indonesia Salah Jurusan” (Republika.com, Kamis 07 Feb 2029). Kebayang dong, Ketika kita membaca headline berita tersebut. Jika kita termasuk yang sudah lulus bahkan sudah bekerja atau lagi kuliah, mungkin kita akan senyum kecut. Ah, masa sih. Tapi saya nyaman kok dengan situasi ini, mungkin itu yang terlintas. Apalagi temannya banyak.
“87,5% Mahasiswa Indonesia Salah Jurusan” (Republika.com, Kamis 07 Feb 2029). Kebayang dong, Ketika kita membaca headline berita tersebut. Jika kita termasuk yang sudah lulus bahkan sudah bekerja atau lagi kuliah, mungkin kita akan senyum kecut. Ah, masa sih. Tapi saya nyaman kok dengan situasi ini, mungkin itu yang terlintas. Apalagi temannya banyak.
Kepala Pusat Karir Universitas Surabaya Budhi Santoso Gautama di tahun 2010 menyatakan ada 40% mahasiswa yang Drop Out (DO) di tahun pertama akibat salah jurusan. Sementara berdasarkan penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN) tahun 2017, diketahui sebanyak 87 persen mahasiswa Indonesia mengakui bahwa jurusan yang diambil tidak sesuai dengan minatnya. Dan 71,7 persen pekerja, memiliki profesi yang tidak sesuai dengan pendidikannya.
Data tersebut menjadi bahan refleksi untuk siapa pun, apakah orang tua, pendidik, calon mahasiswa ataupun mahasiswa itu sendiri. Kita perlu jujur, pemilihan jurusan di perguruan tinggi masih sering diwarnai hal-hal yang sifatnya pragmatis, seperti ingin mudah mendapatkan uang atau pekerjaan, belum lagi imej pretise berupa gelar atau title.
Cara pandang atau mindset tentang kuliah dan pekerjaan, memang perlu terus diperbaharui. Bahwa kita sekolah atau kuliah, bukan untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Sudah selayaknya kita berpikir, bagaimana kita mampu membuka lapangan pekerjaan yang tidak selalu berdasarkan title atau gelar, tetapi dilihat dari kematangan sosial (Attitude) dan skill dalam pekerjaan tersebut.
Disinilah peran semua pihak terkolaborasi dalam mewujudkannya. Terutama terbentuknya pertama dan terpenting dari dalam keluarga, yaitu orang tua, kemudian masyarakat, pendidik dan tak kalah pentingnya juga adalah peran pemerintah dalam membuat kebijakan kurikulum yang integral dan berkesinambungan.
Untuk sekolah formal dengan kurikulum merdekanya sudah baik, hanya saja implementasi dalam memahami disetiap jenjang dan daerah masih perlu terus ditingkatkan dan pendampingan yang dilakukan bukan semata bersifat administrasi.
Selamat Hari Guru Nasional 25 November 2023, semoga guru sebagai pendidik generasi menjadi unsur perubah menuju Indonesia Emas.
Rita Indahyati, S.E, M.Pd
Kabag Dayah dan Sekolah
Dayah Al-Athiyah Tahfizh Al-Qu’an