Suku Asy-Syinqithi hidup di padang pasir Afrika, tepatnya di Mauritania. Mereka hidup dengan pengetahuan dan pengabdian pada Allah. dari lahir hingga meninggal.
SUKU YANG MENGHAFAL AL-QURAN
Suku Asy-Syinqithi hidup di padang pasir Afrika, tepatnya di Mauritania. Mereka hidup dengan pengetahuan dan pengabdian pada Allah. dari lahir hingga meninggal.
إن لم يكن في الشنقيط زمزم – فلهم في العلم أصل أقدم
Meskipun Syinqith tidak ada zamzam, mereka memiliki dasar ilmu yang kukuh. Salah satu hal yang membuat suku ini unik adalah tradisi mereka untuk mencari tahu. Jika seorang anak berusia 7 tahun belum menghafal Al-Quran, orang-orang di sana menganggapnya memalukan. Mereka diajarkan Al Qur'an sejak bayi.
Seorang ibu hamil tidak akan menghabiskan waktu hanya tidur di kasur. Dia akan bekerja untuk muraja'ah hafalannya hingga dia letih.
Keluarga akan muroja'ah bersama setelah kelahiran bayi. Jika seorang anak berbicara kepada bapak atau ibunya, dia juga harus berbicara kepada adiknya yang masih bayi. Kakaknya muroja'ah kepada ibunya saat dia menggendong bayinya. Mereka akan menghadapi kesulitan jika suara tangis bayi mengganggu kakaknya.
Mereka tidak akan belajar di kelas; sebaliknya, mereka akan pergi kepada masyaikh untuk belajar agama ketika mereka berusia 7 tahun ke atas. Proses belajar mengajar dilakukan di dalam tenda di tengah gurun pasir yang panas.
Panasnya mungkin mengganggu pikiran kita. Namun, bagi mereka, itu menyenangkan karena rasa ingin tahu yang tinggi pada diri mereka memberi mereka banyak manfaat dan rizki, bukan harta. Semua orang menatap Syaikh dan menyimak dengan seksama ketika dia berkata, "istami" (dengarkan). Orang tidak berani menulis atau bermain pena karena mereka akan dimarahi.
Mereka baru menulis setelah Syaikh memberikan penjelasan mendalam. Uniknya ada di batu, daun, kulit pohon, dan benda lain yang mereka bawa dari rumah. Mereka hanya membawa satu lembar kertas, dan itu terlarang.
Setelah mereka menulis, Syaikh akan mengedit dan memperbaiki jika ada kesalahan hingga benar. Setelah mereka menulis dengan benar, Syaikh kemudian memerintahkan untuk menghapusnya. Anda mungkin bertanya-tanya mengapa dihapus; namun, itulah pendidikannya. Setelah itu, Syaikh akan melanjutkan pelajaran berikutnya sampai selesai dengan cara yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya.
Setelah kelas selesai, mereka baru menulis kembali apa yang sudah dihafalnya. Selain itu, luar biasa, hafalan mereka melekat dengan cepat dan jelas.
Sampai para ulama yang memanfatkan mereka mengatakan:
فالشناقطة لا يعدون علما إلا ما حصل في الصدر ووعته الذاكرة متنا و معنى
Kaum Syinqitgi hanya melihat ilmu sebagai sesuatu yang ada di dada dan dapat diingat kapan saja. Mereka menjadi mufti dan dapat memberikan fatwa pada usia 17 tahun. Menghafal dan mencatat informasi di atas kayu (lahwah).
Mereka biasanya berguru kepada ayahnya, kakeknya, ibunya, pamannya, dan bibinya.
Semoga kita menerima berkat mereka.