Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu tradisi yang sangat kental di Aceh. Perayaan ini dilaksanakan setiap tahun untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Islam. Tradisi Maulid di Aceh tidak hanya menjadi momentum religius, tetapi juga ajang silaturahmi, kebersamaan, dan pembelajaran agama yang mendalam bagi masyarakat.
Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu tradisi yang sangat kental di Aceh. Perayaan ini dilaksanakan setiap tahun untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Islam. Tradisi Maulid di Aceh tidak hanya menjadi momentum religius, tetapi juga ajang silaturahmi, kebersamaan, dan pembelajaran agama yang mendalam bagi masyarakat.
Bagi masyarakat Aceh, Maulid bukan sekadar memperingati kelahiran Nabi, tetapi juga menjadi wujud syukur dan rasa cinta mereka kepada Rasulullah SAW. Perayaan ini biasanya diisi dengan pembacaan syair-syair Maulid, zikir, doa bersama, dan ceramah yang mengulas kehidupan dan teladan dari Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, tradisi ini juga menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi antar warga. Masyarakat dari berbagai lapisan, baik tua maupun muda, bersama-sama bergotong royong mempersiapkan acara Maulid di meunasah (surau) atau masjid setempat. Persiapan tersebut meliputi berbagai hal, mulai dari menyusun acara hingga mempersiapkan hidangan untuk jamuan.
Salah satu ciri khas Maulid di Aceh adalah penyajian hidangan khas yang dikenal dengan sebutan "kenduri Maulid". Hidangan ini biasanya terdiri dari berbagai jenis masakan khas Aceh, seperti kuah beulangong (gulai daging), ayam tangkap, sie reuboh (daging yang diawetkan dengan cuka), dan berbagai jenis kue tradisional seperti timphan dan boh rom-rom. Makanan-makanan ini dimasak secara gotong royong oleh warga setempat dan dibagikan kepada para tamu serta kaum dhuafa.
Di Aceh, perayaan Maulid tidak hanya dilaksanakan pada satu hari, melainkan bisa berlangsung selama tiga bulan berturut-turut, dimulai dari Rabiul Awal hingga akhir bulan Jumadil Akhir. Setiap gampong (desa) memiliki jadwal tersendiri untuk mengadakan perayaan Maulid, sehingga memungkinkan warga menghadiri perayaan di gampong-gampong lain. Tradisi panjang ini mencerminkan betapa pentingnya nilai kebersamaan dan kekeluargaan dalam kehidupan masyarakat Aceh.
Selain kenduri, Maulid di Aceh juga diisi dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian, zikir bersama, dan ceramah agama yang biasanya disampaikan oleh ulama setempat. Acara ini menjadi momen penting untuk menanamkan nilai-nilai keislaman, khususnya tentang akhlak Rasulullah SAW, kepada generasi muda. Dalam banyak kasus, perayaan Maulid juga dijadikan kesempatan untuk mempererat tali ukhuwah islamiyah, sekaligus memperkuat nilai-nilai sosial dan kemasyarakatan.
Tradisi Maulid di Aceh tidak lepas dari pengaruh budaya lokal yang memperkaya perayaan ini. Misalnya, dalam beberapa wilayah di Aceh, diadakan juga pertunjukan seni tradisional seperti rapa’i dan debus yang mengiringi perayaan Maulid. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Aceh mampu mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kearifan lokal dalam merayakan momen penting dalam kalender Islam.
Tradisi Maulid di Aceh adalah wujud kecintaan dan penghormatan masyarakat kepada Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi momentum penting dalam memperkuat solidaritas sosial. Melalui kegiatan Maulid, masyarakat Aceh tidak hanya menghidupkan kembali semangat keagamaan, tetapi juga menjaga nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Tradisi ini menjadi bukti bahwa ajaran Islam dan budaya lokal dapat berbaur dengan harmonis, menciptakan perayaan yang sarat makna dan penuh hikmah.
Penulis : Muhammad Ikhsan, S. Pd ( Humas Dayah Al Athiyah )